Berbagai isu Islam kontemporer tak sedikit menyuguhkan konsep-konsep yang sangat membahayakan, pemikiran-pemikiran yang salah menimbulkan islamophobia yang pada akhirnya menciptakan antipati beberapa orang atau kelompok di luar islam menganggap islam itu teroris, islam itu monster, dan istilah-istilah lain yang jauh sekali dari kenyataan bahwa islam sebenarnya adalah agama yang mengajarkan kasih sayang dan kedamaian.
Untuk tetap berpegang teguh pada syariat diperlukan perjuangan yang boleh dikatakan tak mudah apalagi di negara-negara yang umat muslim menjadi minoritas di sana. Namun, Fahri dengan keyakinan terhadap Allah yang begitu besar, menjadikannya untuk ingin selalu memperjuangkan agama yang dibawa Rasulullah Saw tersebut.
Fahri Abdullah, muslim asal Indonesia yang telah menyelesaikan pendidikan di Universitas Al Azhar, Kairo, dan belajar teologi islam di sana, kemudian mengambil master di Pakistan. Selanjutnya ia menyelesaikan Ph. D di bidang Filologi di Albert-Ludwigs-Universitat Freidburg, Jerman. Namun saat ini ia tinggal di kawasan Stoneyhill yang berada di bagian selatan kota Musselburgh bersama Paman Hulusi, asisten Fahri berkebangsaan Jerman tetapi asli Turki. Keduanya menempati sebuah rumah di kawasan Stoneyhill Grove.
Lelaki yang pada kisah sebelumnya diceritakan telah menikah dan hidup bahagia bersama istrinya, Aisha, wanita blesteran Jerman-Turki, serta menikah dengan gadis koptik tetangganya di Hadayek Helwan, Kairo, yang begitu mencintainya, yaitu Maria, namun Maria yang menderita sakit ketika itu wafat setelah bersyahadat. Kini Fahri kembali dengan kisah kehidupannya yang penuh lantunan ayat-ayat indah dari Tuhannya.
Mengesampingkan sejenak kisah Fahri dengan segala lika-liku yang ia jalani pada kisah sebelumnya, Fahri yang kini tinggal di kota dengan julukan kota pelajar dan festival itu menjadi peneliti tamu sekaligus pengajar di University of Edinburgh yang berada di George Square yang legendaris itu berkawan baik dengan Profesor Charlotte, seorang yang berbeda keyakinan dengannya dan menjadi supervisor postdoc-nya. Awalnya Fahri belumlah menjadi pengajar tetap di University of Edinburgh, akan tetapi dalam perjalanan kisah hidupnya yang tak terlepas dari agamanya, akan mengantarnya menjadi pengajar tetap di salah satu universitas terbaik di Britania Raya itu. Debat-debat skala lokal bahkan internasional di Oxford Union menjadi salah satu prestasi gemilangnya yang membuktikan bahwa ia tetap mengutamakan dakwah di tengah kesibukannya yang tak hanya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai seorang pembisnis yang memiliki jaringan bisnis di Jerman serta Inggris.
Keputusannya untuk tinggal kawasan Stooneyhill Grove, yang hanya terdiri dari belasan rumah hunian, membuatnya mengenal tetangga-tetangga di kawasan tersebut. Dan umumnya sebuah hubungan sosial bertetangga, perlahan Fahri mulai masuk dalam kehidupan mereka. Adalah Keira, gadis dengan mimik wajah yang selalu dingin saat bertemu dengannya, dan hal itu menuai tanya perlahan. Apakah gerangan yang membuat gadis itu tak bisa ramah pada Fahri. Tak hanya Keira, Jason, adiknya pun tak kalah, ia bahkan selalu bersikap tak manis pada tetangganya yang muslim itu. Ketiganya, ditambah ibu Keira, akan masuk pada sebuah arus suatu konflik yang krusial.
Bukan hanya mereka, masih ada beberapa tetangga yang nantinya memiliki konflik-konflik yang pelan-pelan juga akan menarik Fahri pada arus di dalamnya. Nenek Catarina, seorang nenek berumur 73 tahun dengan kepercayaan yahudi yang dianutnya, juga Brenda, perempuan muda, tetangganya yang tinggal di rumah hook.
Tak berhenti pada konflik tetangga-tetangga yang menyeret dirinya, pertemuan dengan Sabina, seorang muslimah berjilbab yang menjadi pengemis dan sempat terekspos media bahkan memunculkan pandangan negatif dari beberapa kalangan tentang agama islam serta penganutnya menjadi konflik semi sentral pada buku ini. Sedang konflik paling sentral ialah kehidupan pribadi seorang Fahri, kisah cintanya yang yang begitu syahdu sekaligus mengharukan. Konsep konflik yang saling berkelindan akan menguak apa sebenarnya visi, misi serta benang merah pada novel Ayat-Ayat Cinta 2 karya novelis No. 1 Indonesia ini.
Sekuel merupakan hal menarik bagi pencipta dan penerbit karena ada risiko yang lebih kecil kembali terlibat dalam sebuah kisah yang diketahui popularitasnya, lain halnya dengan mengembangkan karakter baru dan belum teruji pengaturannya. Penonton (atau pembaca, jika itu sekuel sebuah novel) kadang-kadang bersemangat untuk lebih banyak cerita tentang karakter populer atau pengaturan. (Sumber: Wikipedia)
Agaknya, ulasan dari Wikipedia di atas terbukti kebenarannya pada sekuel Ayat-Ayat Cinta ini. Ayat-Ayat Cinta selain berhasil menembus meja redaksi dan menjadi best seller juga telah sukses diangkat ke layar lebar. Sekuelnya, dengan memakai judul yang sama, Ayat-Ayat Cinta 2 telah berhasil mengundang penasaran para pembaca, terbukti novel yang terbit pada November 2015 itu telah berada pada cetakan ke-10 pada Januari 2016.
Kembali megusung tema religi pembangun jiwa, Habiburrahman El Shirazy atau lebih dikenal dengan panggilan Kang Abik lagi-lagi menyihir pembaca dengan larik-larik aksara yang lebih berani, dinamis dan mengejutkan. Integritas penulis yang saat ini tinggal di Salatiga bersama keluarganya ini, dalam setiap karyanya tak diragukan lagi, Ayat-Ayat Cinta 2 seperti mengulang kembali kesuksesan Ayat-Ayat Cinta pertama. Barangkali tak lama lagi, atau mungkin sudah, prosuder film kembali melirik karya seorang fenomenal di dunia sastra ini.
Lazimnya sebuah karya yang mampu mengikat hati penikmatnya, novel Ayat-Ayat Cinta 2 memiliki sisi keunikan, kelebihan, yang menjadi daya tarik tersendiri dan menjadikannya beda dari karya-karya atau buku-buku yang lain. Berikut beberapa poin tersebut:
1. Pendeskripsian Setting
"Opening merupakan gerbang pembuka sebuah tulisan. Opening adalah sebuah pengikat yang membuat seseorang mau terus membaca sebuah karya" (Dikutip dari buku 101 Dosa Penulis Pemula karya Isa Alamsyah)
Ayat-Ayat Cinta 2 dibuka dengan pendeskripsian setting tempat dan suasana yang memukau. Terlihat sekali penulis paham betul setiap tempat yang ditempati atau dilalui para tokoh. Pembaca akan diajak merasakan setiap sudut-sudut itu tanpa sadar. Tehnik pendeskripsian yang ringan, detail, dan jelas menciptakan sensasi munculnya imajinasi pembaca. Ketika membaca novel ini, Anda akan merasa seolah-olah sebuah layar yang menampilkan lekuk keindahan Edinburgh di putar di dalam pikiran.
Tidak ada yang terlewat, setap sudut, setiap belokan, setiap gang, nama jalan, bangunan, restoran, mendapat porsi pendeskripsian yang pas, tanpa berlebihan ataupun kurang. Ayat-Ayat Cinta 2 ini merupakan novel kesekian kali karya Kang Abik yang bersetting luar negeri, dan semuanya membuktikan bahwa dalam melakukan sebuah riset atau perjalanan, penulis tidak main-main.
2. Penokohan
Tokoh sentral pada kisah ini, yaitu Fahri, kembali mengingatkan pada tokoh bernama Ayyas di novel Kang Abik sebelumnya, Bumi Cinta yang juga bersetting luar negeri, Moskow tepatnya. Keduanya sama-sama menggambarkan seorang hamba Allah yang tak hanya taat beribadah, tetapi mengaplikasikannya dalam kehidupan serta mendakwahkan secara perlahan tanpa menggurui lawan bicara mereka.
Kesederhanaan serta kearifan Fahri tetap terjaga meskipun kini ia terbilang menjadi seorang pengajar serta pembisnis sukses. Kedermawanannya tak pernah ingin ia tunjukkan kepada orang lain, bahkan ketika membiayai seorang Keira yang sejak awal teramat membencinya untuk meneruskan cita-cita menjadi seorang pemain biola terkenal bahkan hingga meraih juara dunia.
Duhai, pembaca akan dibuat jatuh cinta dengan lelaki shalih yang dalam setiap embus napasnya tak pernah alpha melantunkan dzikir-dzikir kepada Tuhannya. Pemikirannya yang cemerlang dalam menghadapi suatu permasalahan merefleksikan bahwa ia telah berhasil mengaplikasikan ilmu-ilmunya dalam kehidupan sehari-hari.
Setiap tokoh dalam karya ini mendapatkan porsi yang pas, pengolahan sisi emosional sang tokoh diramu apik oleh penulis, hingga pembaca akan merasa berhadapan secara langsung dengan tokoh-tokohnya dalam setiap dialog maupun perilaku-perilaku mereka. Dan tentunya, tak ada kesan bernama tempelan di dalamnya.
3. Konflik
Poin ini yang paling menarik. Novel Ayat-Ayat Cinta 2 yang merupakan sekuel dari novel sebelumnya, yang artinya meneruskan kisah tokoh utama, di mana pada kisah sebelumnya ialah kehidupan Fahri bersama istri tercintanya, Aisha. Pada bagian awal, pembaca akan dibuat bertanya-tanya di mana Aisha? Mengapa Fahri hanya tinggal bersama Paman Hulusi? Tak ada penjelasan detail pada bab-bab awal, penulis seperti ingin membangkitkan rasa penasaran pembaca.
Apakah Aisha telah menyusul Maria? Ia tidak tahu harus seperti apa mendoakan Aisha. Ia terus berdoa kepada Allah agar Dia terus mengasihi istrinya, dan terus menyelimutinya dengan selimut rahmat dan taufik, baik ia masih hidup ataukah telah tiada. (Halaman 17)
Kepedihan yang dirasakan Fahri akibat dari kerinduan pada sang istri seolah mengaduk-aduk perasaan pembaca. Kesetiaan lelaki ialah permata, namun akankah kecintaan yang begitu dalam itu akan dibiarkan mengalahkan kecintaannya pada Allah dan Rasul?
Semua pertanyaan pembaca tidak akan serta-merta mudah ditemukan jawabannya, hingga halaman 114 semua terjawab perlahan-lahan. Namun tetap menyisakan tanya bagaimana keadaan Aisha. Ini menarik sekali, karena pembaca tak akan berhenti dari membalik tiap lembar demi mendapatkan jawaban hingga bab terakhir.
Kesetiaan serta kasih sayang Fahri digambarkan begitu jelas pada poin ini. Selain konflik dalam kehidupannya sendiri, konflik yang lain juga akan membawanya pada dunia dakwah yang merupakan sumbu tujuan hidupnya. Demi mengharap ridho Allah, ia menggunakam harta miliknya dan Aisha untuk jalan dakwah, membantu orang-orang yang membutuhkan tanpa tanpa tanggung-tanggung, bahkan sekalipun orang tersebut sangat membencinya.
Konflik dari tokoh-tokohnya yang cukup banyak menjadi padu padan saling berkaitan sehingga tidak ada kesan melebar keluar dari fokus benang merah pembangun jiwa.
4. Jawaban Atas Isu-Isu Islam Kontemporer
Lewat debat dan diskusi yang diikuti Fahri, penulis seakan menggambarkan realita kondisi umat saat ini, entah itu umat islam yang terkadang masih ada yang belum memahami betul tentang agamanya. Sehingga terkadang perilaku mereka yang jauh di luar ajaran islam menjadi senjata umat lain semakin sengit memberikan cap negatif pada islam. Padahal, jika ditilik lebih dalam, bukanlah islamnya yang salah, tetapi manusianya. Misalnya pada kasus-kasus bom bunuh diri, teroris, yang pelakunya adalah umat islam. Lewat ilmu dan pengetahuan Fahri, ia menjelaskan secara gamblang baka terkadang lewat analogi-analogi ringan yang sangat mudah dipahami.
"Kalau kau punya pohon apel, hanya satu dua saja yang buahnya busuk, apakah fair mengatakan seluruh apel itu busuk?" (Halaman 9). Demikian jawaban Fahri ketika seorang mahasiswi asal Cina bernama Juu Suh, yang mempertanyakan kalau Al Qur'an mengajarkan yang sedemikian baiknya, kenapa masih ada orang islam yang melakukan bom bunuh diri.
Bukan hanya sampai di situ, bahkan ketika dihadapkan pada orang-orang Yahudi yang meyakini bahwa bangsa mereka adalah bangsa pilihan Tuhan, maka orang-orang di luar mereka wajib di tumpas habis tanpa pandang bulu, Fahri dengan penguasaan ilmu yang bersumber dari Al Qur'an dan hadist mampu mematahkan pernyataan mereka. Itu pula yang terjadi di forum debat Oxford Union yang merupakan forum debat internasional, tanpa gentar Fahri membuka pandangan serta mematahkan argumen lawan debatnya.
Masih banyak jawaban-jawaban atas isu-isu terkait umat islam saat ini yang berhasil dijelaskan oleh penulis. Semuanya akan berhasil membuka pemahaman para pembaca terkait masalah-masalah yang kini sedang dihadapi umat.
5. Petikan-Petikan Sejarah
Petikan-petikan sejarah yang disampaikan lewat dialog-dialog fahri dengan lawan bicara seolah mengajak pembaca untuk kembali pada kisah atau hal yang berhubungan dengan sejarah islam pada masa lalu. Salah satu petikan tersebut ialah sejarah tentang William Ewast Gladstone, yang pada masanya yaitu beberapa tahun sebelum perang dunia I meletus, begitu berpengaruhnya umat islam dan secara konsep peradaban islam tiada tandingannya William yang ketika itu menjabat sebagai perdana menteri inggris berkata kepada media inggris, "Selama kaum muslim memiliki Al Qur'an, kita tidak akan bisa menundukkan mereka. Kita harus mengambilnya dari mereka, menjauhkan mereka darinAl-Qur'an atau membuat mereka kahilangan rasa cinta kepada kitab suci mereka. (Halaman 94)
Ada juga kisah bagaimana Rasulullah Saw dan para sahabat merelakan hartanya untuk terus berjuang di jalan dakwah hanya demi mengharap ridho Allah. Konsep itulah yang semakin membuat Fahri yakin bahwa tujuan hidupnya hanyalah untuk Allah, untuk beribadah kepada-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
6. Muatan Religi dan Sosial
Agama tak bisa dipisahkan dengan kehidupan sehari-hari. Semakin seseorang memahami agamanya dan selalu ingin mendapat hanya ridho Allah, maka ia akan selalu berusaha menjadi muslim yang hanif, penuh cinta dan kasih sayang, serta berakhlakul karimah kepada siapa saja. Itulah yang coba disampaikan pada novel pembangun jiwa ini. Bahasa yang ringan serta lugas membuat pembaca mudah meresap pesan-pesan tersurat maupun tersirat oleh para tokohnya.
Setiap bab menawarkan beberapa pelajaran tersendiri, di mana di dalamnya hikmah-hikmah dasyat akan muncul bahkan beberapa mampu mengetuk relung hati terdalam kita sebagai umat islam untuk selalu meningkatkan kualitas iman.
Sedang kisah cinta Fahri kepada Aisha mengajarkan tentang kesetiaan, keikhlasan serta perjuangan. Kebesaran hati seseorang diuji teramat dalam pada bagian ini. Pembuktian bahwa Allah itu ada, Allah itu dekat. Nampaknya novel setebal 697 halaman ini tak akan terasa tebal ketika pembaca telah larut pada tiap-tiap lembarnya yang penuh hikmah.
"Sekali nafsu itu kau manjakan, maka nafsu itu akan semakin kurang ajar dan tidak tahu diri! Jangan pernah berdamai dengan nafsu! Sekali kau berdamai, maka nafsu itu akan menginjak harga dirimu dan menjajahmu! Jangan beri kehormatan sedikit pun pada nafsumu. Perlakukan dia sebagai makhluk hina, penghianatan yang tidak boleh diberi ampun!" (Halaman 80)
Tanpa mengurangi kekaguman terhadap novel yang mampu menciptakan revolusi mental hakiki karya Kang Abik ini, ada beberapa kekurangan terkait teknis dalam cetakan kesepuluh ini.
Di antaranya, ketidakkonsitenan penggunaan kata 'Saya' dan 'Aku' di beberapa paragraf.
"Aku tidak mau membicarakan hal itu dulu. Saya harus pergi. Sampai jumpa lagi." (Halaman 62)
Juga masih terjadi pada salah satu paragraf di halaman 80, 117, 164 dan 292. Ditemukan pula sedikit typo dan kesalahan peletakan tanda baca.
Setelah Heba, pulang Fahri menuntaskan satu pekerjaannya di kamar kerja ... (Halaman 123)
Terlepas dari segelintir kekurangan di atas, tak mengurangi kualitas novel Ayat-Ayat Cinta 2 ini. Rasa penasaran akan mengantar pembaca pada ending yang memukau. Kenyataan yang harus diterima Fahri dari penantian atas Aisha, apakah kesetiaan itu akan melebur apabila ia menikah lagi? Lalu, bagaimana kelanjutan penyelesaian dari masalah isu-isu yang masih saja menyudutkan umat islam? Temukan jawabannya pada novel di mana bab terakhirnya ditulis dalam perjalanan Salatiga-Solo-Jakarta-Kuala Lumpur-Tanjung Malim, pada 30 Oktober 2015 dan selesai pada 31 Oktober 2015 itu.
Sebagai penutup, barangkali kalimat-kalimat hikmah Al Haris Al Muhasibi yang diurai dengan fasih oleh Fahri berikut dapat menjadi salah satu motivasi untuk selalu berusaha menjadi umat terbaik Rasulullah Saw.
"Wa'lam annahu laa thariqa aqrabu minash shidqi, wa laa daliila anjahu minal 'ilmi, wa laa zaada ablaghu minat taqwa."
(Dan ketahuilah, tidak ada jalan yang lebih dekat dari kejujuran, Tidak ada dalil yang lebih berhasil dari ilmu, dan tidak ada bekal yang lebih sampai dari takwa)
Identitas Buku:
Judul: Ayat-Ayat Cinta 2
Penulis: Habiburrahman El Shirazy
Penerbit: Republik Penerbit
Editor: Syahruddin El-Fikri dan Triana Rahmawati
Cover: Putri Suzan Nurtania
Tebal: 697 halaman
Terbit: Cetakan X, Januari 2016
Tegal, 23 Februari 2016